Senin, 20 Desember 2010

STAKEHOLDER PENYAKIT MALARIA DAN PD3I

STAKEHOLDER YANG BERPERAN DALAM PEMBERANTASAN PENYAKIT MALARIA DAN PD3I

Diseminasi adalah suatu kegiatan yang ditujukan kepada kelompok target atau individu agar mereka memperoleh informasi, timbul kesadaran, menerima, dan akhirnya memanfaatkan informasi tersebut.
Survailans Epidemiologi merupakan suatu rangkaian kegiatan pengamatan yang terus menerus, sistematik, dan berkesinambungan mengenai  distribusi penyakit, kondisi yang memperbesar resiko penularan, dan masalah –masalah kesehatan lainnya dengan melakukan pengumpulan data, analisis, interpretasi dan penyebaran interpretasi yang selanjutnya dapat dilakukan tindak lanjut perbaikan atau intervensi. Data surveilans dapat digunakan sebagai input dalam perencanaan kesehatan di suatu wilayah tertentu. Kebijakan pemerintah mengenai surveilans dapat diadikan dasar bahwasanya dalam pelaksanaan surveilans dibutuhkan kerjasama yang baik lintas-sektoral sehingga dapat menunjang kegiatan survailans tersebut.  Peran stake holder  sangat penting kaitannya dengan kegiatan surveilans epidemiologi.
Stakeholder di setiap daerah berbeda-beda walaupun menangani penyakit yang sama. Hal ini disebabkan faktor-faktor seperti demografi, kasus kejadian dan lain sebagainya. Adapun secara umum stakeholder yang berperan penting adalah sebagai berikut:

A.      MALARIA
1.        Masyarakat
Setiap penduduk berkewajiban untuk melaporkan kepada Pemdes atau Petugas Kesehatan setiap ada pendatang yang menginap di desa, menggunakan pelindung diri dari gigitan nyamuk, melakukan gerakan pemberantasan sarang nyamuk, melaporkan penderita, dan seterusnya. masyarakat disarankan untuk menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada ventilasi rumah, memakai obat anti nyamuk, tidak begadang di luar rumah saat malam hari. Selain itu tidak menggantungkan pakaian di rumah serta menjaga kebersihan diri agar tidak timbul bau badan.

2.        Tokoh Agama
Mengkampanyekan upaya-upaya yang mendorong warga untuk ikut aktif berpartisipasi dalam pemberantasan sarang nyamuk melalui mimbar-mimbar agama yang mereka hadiri. Sebab melalui kharisma dan ceramah para tokoh agama tersebut, pesan yang disampaikan akan mudah diterima oleh masyarakat .

3.        Dinas Kesehatan
Terus menyampaikan himbauan dan menjelaskan berbagai langkah untuk mengantisipasi berjangkitnya penyakit yang disebabkan nyamuk tersebut, mulai dari menjaga kebersihan lingkungan, menimbuh kaleng bekas, ban-ban  bekas dan menguras bak air setiap dua hingga tiga hari sekali, dan bagi yang memiliki binatang perliharaan seperti burung dan sejenisnya yang menyediakan air, agar selalu diganti, disamping melakukan penyuluhan langsung kepada masyarakat, membuat poster, sepanduk dan liplet yang bisa didapat masyarakat dengan mudah, sehingga masyarakat memahami dan dapat terhindar dari penyakit menular ini.
Melakukan penatalaksanaan dan pengobatan kasus malaria, pengobatan menggunakan antemisinin combination therapy (ACT), penyemprotan rumah/Indoors Residual Spraying, pembentukan pos malaria desa, penyediaan sarana bahan laboratorium dan obat-obatan, pembagian kelambu anti nyamuk, peningkatan kualitas SDM, dan melakukan pemberantasan tempat perinduan nyamuk dan pengendalian hayati,  screening, memeriksa darah ibu hamil jangan sampai ada ibu hamil yang darahnya mengandung parasit malaria, karena ini sangat berbahaya, dapat mengakibatkan anemia berat, kemudian berdampak kepada bayi yang dikandungnya yaitu bisa mengakibatkan berat bayi yang dikandungnya berat badannya rendah atau lahir mati atau menular pada janin.

4.        Bagian program promosi kesehatan pada dinas kesehatan
Berperan memberi informasi kepada pihak-pihak terkait seperti puskesmas dan rumah sakit tentang pentingnya menjaga kebersihan dan pentingnya 3M+1 agar terhindar dari penyakit malaria

5.        Pemerintah Provinsi
Menemukan aktif penderita di daerah-daerah yang sulit dijangkau pelayanan kesehatan, mensurvei masyarakat di desa daerah indemis tinggi untuk melihat dan mengobati pada penderita yang dinyakan positif, pemenegakkan diagnosis malaria melalui pemeriksaan mikroskopis, yang bertujuan untuk memastikan penderita benar-benar menderita malaria, sehingga pengobatannya bisa cepat dan tepat, karena selama ini setiap orang yang mengalami demam tinggi, menggigil, yang berulang lantas diberikan obat malaria dan diberikan obat malaria, ternyata yang bersangkutan tidak menderita malaria tetapi menderita demam berdarah atau yang lainnya, ini tidak boleh terjadi lagi.

6.        Dinas kebersihan
Berperan memerintahkan tempat-tempat umum untuk menjaga kebersihan terutama tempat yang banyak genangan airnya agar tidak menjadi breeding place nyamuk.

7.        Dinas Pendidikan
Dalam melakukan program pemberantasan penyakit Malaria di suatu wilayah perlu adanya kerjasama yang baik dengan berbagai sektor yang terkait. Misalnya : Dinas Kesehatan bekerjasama demgan sector pendidikan, yang dalam hal ini adalah Dinas Pendidikan.  Hal ini dapat menjadi dasar untuk melakukan penanggulangan penyakit malaria di tingkat sekolah. Program Unit Kesehatan sekolah yang dimiliki oleh Dinas Pendidikan dapat menjadi sasaran yang tepat dalam melakukan kegiatan penanggulangan penyakit malaria. Contohnya yaitu di daerah Nusa Tenggara Timur, program pemberian obat malaria artesdiaquin bagi anak sekolah yang diawasi oleh pihak sekolah masing-masing.

8.        Dinas Perkebunan
Peranan Dinas Perkebunan dalam pemberantasan penyakit malaria, antara lain:
a.     Membersihkan tempat yang berpotensi sebagai sarang nyamuk vektor malaria,
b.    Melakukan pemantauan tanaman yang tumbuh di daerah perkebunan agar tidak terdapat tanaman liar yang dapat menjadi sarang nyamuk Anopheles,
c.     Penataan tanaman perkebunan (mengatur jarak tanam) dan membatasi jenis tanaman yang ada diperkebunan sehingga dapat mengurangi habitat nyamuk Anopheles.

9.        Dinas Pekerjaan Umum
Dalam hal ini DPU mempunyai peran yang tidak kalah penting yaitu dengan melakukan pengeringan genangan air. Dengan begitu akan mengurangi breeding place bagi nyamuk malaria.

10.    Dinas Perikanan dan Kelautan
Peran Dinas perikanan dan kelautan dalam maslah ini adalah dengan penebaran ikan tempat penampungan air penduduk. Hal ini juga akan memutus rantai perkembangbiakan nyamuk anopheles sebagai vector penyakit malaria.

11.    Dinas Transmigrasi
Dinas transmigrasi memiliki peran penting dalam memastikan kesehatan calon transmigran, terutama transmigran yang berasal dari wilayah endemis malaria. Para transmigran yang akan transmigrasi harus melalui tahap pemeriksaan kesehatan.

B.     PD3I
1.        Masyarakat
Masyarakat terutama ibu-ibu yang memiliki bayi atau balita yang ingin memberikan imunisasi kepada bayi dan balitanya dapat datang secara aktif datang ke Posyandu, Pustu, Polindes, Puskesmas, RSUD yang tersebar.

2.        Kepala Dinas Kesehatan
Pelatihan program imunisasi untuk mendukung kualitas pelayanan imunisasi diperlukan peningkatan kualitas sumberdaya tenaga yang handal.

3.        Bidang P2P ( Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit) pada Dinas Kesehatan
Pelatihan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas agar mampu melakukan pelayanan imunisasi yang bermutu. Sedangkan tujuan khususnya adalah meningkatkan pengetahuan tentang penyakit P3DI dan jenis-jenis vaksin. Meningkatkan pengetahuan tentang penanganan peralatan rantai Vaksin. Meningkatkan pengetahuan tentang penyuntikan yang aman. Meningkatkan pengetahuan tentang Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI). Meningkatkan pengetahuan tentang screening TT. Meningkatkan ketrampilan dalam pelaksanaan pelayanan imunisasi dan pencatatan pelaporan.

4.        Posyandu dan PKK
Kegiatan posyandu yang dilakukan di masing-masing wilayah yang lebih sempit merupakan pelaksana program Kesehatan Ibu dan anak  di masyarakat. Setiap desamemiliki kader posyandu yang berfungsi mensosialisasikan dan melaksanakan program KIA, salah satunya yaitu kegiatan imunisasi pada balita.Organisasi PKK dapat digunakan sebagai wadah para ibu untuk saling bertukar pengetahuan dan pengalaman mengenai pentingnya imunisasi. Dalam kegiatan ini peran kaderkesehatan sangat berpengaruh untuk mensosialisasikan pentingnya kegiatan imunisasi.

5.        Petugas Kesehatan
a.    Melakukan pengobatan
b.    Mencatat dan melaporkan setiap kasus PD3I ke Puskesmas / Dinas Kesehatan setempat
c.    Pastikan status imunisasi PD3I penderita telah tercatat.
d.   Menanyakan pada keluarga penderita apakah ada penderita PD3I lain di wilayahnya
e.    Jika terdapat kasus, keluarga disarankan untuk membawa penderita PD3I ke Puskesmas / pelayanan kesehatan setempat.



Minggu, 19 Desember 2010

UKURAN-UKURAN DALAM EPIDEMIOLOGI


 1.        PROPORSI
Proporsi adalah perbandingan yang pembilangnya merupakan bagian dari penyebut. Proporsi digunakan untuk melihat komposisi suatu variabel dalam populasi
Rumus Proporsi : x / (x+y) x k
Contoh:   Proporsi Mhs wanita =      Jumlah Mahasiswa wanita
                                                     ------------------------------------------ k
                                                      Jumlah Mahasiswa wanita + pria

Proporsi Mahasiswa berprestasi
Proporsi Mahasiswa hafal Al Qur’an

2.        RATIO
Ratio adalah perbandingan dua bilangan yang tidak saling tergantung. Ratio digunakan untuk menyatakan besarnya kejadian.
Rumus Ratio: (x/y) k
Ratio dapat juga dinyatakan sebagai perbandingan
Ratio x : y = 1 : 2
Contoh:   Sex ratio =       jumlah pria
                                    --------------------- k
                                       jumlah wanita

Pria : Wanita = x : y
Dependency ratio =          Jumlah usia (0 - <14th) + (>65 th)
                                      ----------------------------------------------- k
                                                 Jumlah usia (15 – 64 th)

Contoh: Jumlah Mahasiswa Stikes = 100, ratio pria : wanita = 2 : 3. Berapa jumlah masing2 mahasiswa?
3.        RATE
Rate adalah perbandingan suatu kejadian dengan jumlah penduduk yang mempunyai risiko kejadian tersebut. Rate digunakan untuk menyatakan dinamika dan kecepatan kejadian tertentu dalam masyarakat.
Rumus Rate: (x/y) k
X: angka kejadian
Y: populasi berisiko
K: konstanta (angka kelipatan dari 10)
Contoh: Campak → berisiko pada balita
              Diare → berisiko pada semua penduduk
                     Cancer servik → berisiko pada wanita

Contoh Soal:
Jumlah pasien di RS A = 150, dengan rincian pria = 90 dan wanita = 60
Berapa proporsi pasien wanita?
Berapa sex ratio pasien di RS A?

PENGUKURAN ANGKA KESAKITAN/ MORBIDITAS

1.        INCIDENCE RATE
Incidence rate adalah frekuensi penyakit baru yang berjangkit dalam masyarakat di suatu tempat / wilayah / negara pada waktu tertentu.
Rumus Incidence Rate (IR):         Jumlah penyakit baru
                                             ------------------------------- k
                                              Jumlah populasi berisiko

2.        PREVALENCE RATE
Prevalence rate adalah frekuensi penyakit lama dan baru yang berjangkit dalam masyarakat di suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu. Prevalence Rate yang ditentukan pada waktu tertentu (misal pada Juli 2000) disebut Point Prevalence Rate.
Prevalence Rate yang ditentukan pada periode tertentu (misal 1 Januari 2000 s/d 31 Desember 2000) disebut Periode Prevalence Rate
Rumus Prevalence Rate (PR):        Jumlah penyakit lama + baru
                                                             ---------------------------------------- k
       Jumlah populasi berisiko

3.        ATTACK RATE
Attack Rate adalah jumlah kasus baru penyakit dalam waktu wabah yang berjangkit dalam masyarakat di suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu.
Rumus Attack Rate (AR):                               Jumlah penyakit baru
                                                  ------------------------------------------------------------------------ k
                                              Jumlah populasi berisiko (dalam waktu wabah berlangsung)
     
       Contoh Soal: 
Data desa Jombang pada tahun 2007 adalah sbb:
Jumlah penduduk = 2.000.000
Ratio pria : wanita = 2 : 3
Ratio balita : bukan balita = 2 : 8
Kasus lama/baru campak: Feb=2/10, Mar=5/20, Jun=4/15
Kasus lama/baru diare: Ags= 2/15, Sep=3/25, Okt=5/10
Kasus lama/baru cancer servik: Apr=3/5, Jul=8/5
Hitunglah:
Incidence Rate Campak tahun 2007
Point Prevalence Rate Campak pada bulan Feb, Maret dan Juni?
Periode Prevalence Rate Campak pada tahun 2007?
Attack Rate Campak?

Hitunglah:
Incidence Rate Diare tahun 2007
Point Prevalence Rate Diare pada bulan Ags, Sep dan Okt?
Periode Prevalence Rate Diare pada tahun 2007?
Attack Rate Diare?
Hitunglah:
Incidence Rate Ca Servik tahun 2007
Point Prevalence Rate Ca servik pada bulan Apr dan Jul?
Periode Prevalence Rate Ca Servik pada tahun 2007?

PENGUKURAN MORTALITY RATE
1.        CRUDE DEATH RATE
CDR adalah angka kematian kasar atau jumlah seluruh kematian selama satu tahun dibagi jumlah penduduk pada pertengahan tahun.
Rumus: CDR (Crude Death Rate) :   Jumlah semua kematian
                                                                       ------------------------------- k
                                                                     Jumlah semua penduduk

2.        SPECIFIC DEATH RATE
SDR adalah jumlah seluruh kematian akibat penyakit tertentu selama satu tahun dibagi jumlah penduduk pada pertengahan tahun.
Rumus: SDR (Specific Death Rate) :        Jumlah kematian penyakit x
                                                                    ----------------------------------------- k
                                                                         Jumlah semua penduduk

3.        CASE FATALITY RATE
CFR adalah persentase angka kematian oleh sebab penyakit tertentu, untuk menentukan kegawatan/ keganasan penyakit tersebut.
       Rumus CFR (Case Fatality Rate):            Jumlah kematian penyakit x
                                                            ----------------------------------------- x 100%
                                                                 Jumlah kasus penyakit x

4.        MATERNAL MORTALITY RATE
MMR = AKI = Angka kematian Ibu adalah jumlah kematian ibu oleh sebab kehamilan/ melahirkan/ nifas (sampai 42 hari post partum) per 100.000 kelahiran hidup.
Rumus MMR (Maternal Mortality Rate):        Jumlah kematian Ibu
                                                                                  ---------------------------------- x 100.000
                                                                                     Jumlah kelahiran hidup

5.        INFANT MORTALITY RATE
IMR = AKB = angka kematian bayi adalah jumlah kematian bayi (umur <1tahun) per 1000 kelahiran hidup.
Rumus IMR (Infant Mortality Rate):          Jumlah kematian bayi
                                                                ---------------------------------- x 1000
                                                                   Jumlah kelahiran hidup

6.        NEONATAL MORTALITY RATE
NMR = AKN = Angka Kematian Neonatal adalah jumlah kematian bayi sampai umur < 4 minggu atau 28 hari per 1000 kelahiran hidup.
Rumus NMR (Neonatal Mortality Rate):     Jumlah kematian neonatus
                                                                                -------------------------------------- x 1000
                                                                                     Jumlah kelahiran hidup

7.        PERINATAL MORTALITY RATE
PMR = AKP = angka Kematian Perinatal adalah jumlah kematian janin umur 28 minggu s/d 7 hari seudah lahir per 1000 kelahiran hidup.
Rumus PMR (Perinatal Mortality Rate):       Jumlah kematian perinatal
                                                                         ----------------------------------------- -x 1000
                                                                                Jumlah kelahiran hidup

Contoh Soal:
Penduduk Indonesia pada pertengahan tahun 1990 = 178.440.000 orang dengan jumlah kematian selama tahun 1990 = 17.308.680 orang. Berapa CDR tahun 1990?
Bila jumlah kematian karena tetanus pada tahun 1990 = 180.000 orang. Berapa SDR tetanus per 1000 penduduk?
Jumlah kematian ibu oleh sebab kehamilan di Singapura hanya 1 orang pada tahun 1990, dengan jumlah seluruh kelahiran hidup sebanyak 49.864 orang. Berapa MMR pada tahun 1990?
Hasil sensus penduduk Jepang tahu 1990, dilaporkan jumlah kematian bayi <1 tahun sebanyak 5.616 orang, jumlah kematian bayi umur 4 minggu sebanyak 3.179 orang, jumlah kematian janin umur 28 minggu s/d 7 hari post partum sebanyak 7.001 orang.
Jika jumlah kelahiran hidup 1.227.900 orang.
Berapa IMR tahun 1990?
Berapa PMR tahun 1990?
Berapa NMR tahun 1990?

Referensi
Noor, 1997, Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular, Jakarta, PT. Rineka Cipta
Bustan, 2000, Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Jakarta, PT. Rineka Cipta
Bustan, 2002, Pengantar Epidemiologi, Jakarta, PT. Rineka Cipta
Notoatmojo, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip Prinsip Dasar, Jakarta, PT. Rineka Cipta
Entjang, 2000, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti
Vaughan, Morrow, 1993, Panduan Epidemiologi Bagi Pengelolaan Kesehatan Kabupaten, Bandung, ITB

DESAIN PENELITIAN

PENDAHULUAN
Desain penelitian menurut Mc Millan dalam Ibnu Hadjar adalah rencana dan struktur penyelidikan yang digunakan untuk memperoleh bukti-bukti empiris dalam menjawab pertanyaan penelitian. Definisi lain mengatakan bahwa desain (design) penelitian adalah rencana atau rancangan yang dibuat oleh peneliti, sebagai ancar – ancar kegiatan yang akan dilaksanakan.
Desain penelitian ini merupakan kerangka atau perincian prosedur kerja yang akan dilakukan pada waktu meneliti, sehingga diharapkan dapat memberikan gambaran dan arah mana yang akan dilakukan dalam melaksanakan penelitian tersebut, serta memberikan gambaran jika peneletian itu telah jadi atau selesai penelitian tersebut diberlakukan. Desain penelitian yang baik dapat memudahkan kita dalam melakukan penelitian.
Jenis penelitian sangat beragam macamnya, disesuaikan dengan cara pandang dan dasar untuk memberikan klasifikasi akan jenis penelitian tersebut. Secara umum jenis penelitian didasarkan pada cara pandang Etika Penelitian dan Pola Pikir yang melandasi suatu model konseptual.
Jenis penelitian sesuai dengan Etika Penelitian terdiri dari 3 (tiga) macam yaitu: penelitian terapetik, non-terapetik, dan pada subyek khusus. Untuk dapat melaksanakan jenis penelitian ini disyaratkan untuk melakukan suatu tahapan persiapan penelitian yang disebut sebagai Kode Etik Penelitian. Pada fase ini, peneliti harus dapat mempertahankan apa yang menjadi rencana penelitiannya didepan Majelis Kode Etik, yang akan mengeluarkan sertifikat Etika Penelitian (Ethical Clearance) yang artinya peneliti dapat meneruskan penelitiannya, dengan dipersyaratkan salah satunya adalah: mengadakan Informed Concent pada calon sampel sebagal persetujuan.

Jenis Penelitian Menurut Pelaksanaan dan Pendekatan
Penelitian Longitudinal
Penelitian longitudinal adalah penelitian yang dilakukan dengan ciri: waktu penelitian lama, memerlukan biaya yang relatif besar, dan melibatkan populasi yang mendiami wilayah tertentu, dan dipusatkan pada perubahan variabel amatan dari waktu ke waktu. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari pola dan urutan perkembangan dan/atau perubahan sesuatu hal, sejalan dengan berlangsungnya perubahan waktu. Adapun yang termasuk di dalam penelitian longitudinal adalah sebagai berikut :


A.           KOHORT
Penelitian kohort sering juga disebut penelitian follow up atau penelitian insidensi, yang dimulai dengan sekelompok orang (kohort) yang bebas dari penyakit, yang diklasifikasikan ke dalam sub kelompok tertentu sesuai dengan paparan terhadap sebuah penyebab potensial terjadinya penyakit atau outcome. Desain kohort dapat diartikan sebagai rancangan penelitian epidemiologi analitik observasional yang mempelajari hubungan antar paparan dan penyakit, dengan cara membandingan kelompok terpapar dan kelompok tidak terpapar berdasarkan  status penyakit.
Penelitian kohort memberikan informasi terbaik tentang penyebab penyakit dan pengukurannya yang paling langsung tentang resiko timbulnya penyakit. Jadi ciri umum penelitian kohort adalah:
1.        Dimulai dari pemilihan subyek berdasarkan status paparan
2.        Melakukan pencatatan terhadap perkembangan subyek dalam kelompok studi amatan.
3.        Dimungkinkan penghitungan laju insidensi (id) dan masing-masing kelompok studi.
4.        Peneliti hanya mengamati dan mencatat paparan dan penyakit dan tidak dengan sengaja mengalokasikan paparan.

Oleh karena penelitian kohort diikuti dalam suatu periode tertentu, maka rancangannya dapat bersifat restropektif dan prospektif, tergantung pada kapan terjadinya paparan pada saat peneliti mau mengadakan penelitian.
Rancangan penelitian kohort prospektif, jika paparan sedang atau akan berlangsung, pada saat penelitian memulai penelitiannya. Rancangan kohotr retrospektif, jika paparan telah terjadi sebelum peneliti memulai penelitiannya. Jenis penelitian ini sering disebut sebagai penelitian prospektif historik.

KELEBIHAN PENELITIAN JENIS KOHORT
1.        Adanya kesesuaian dengan logika studi eksperimental dalam membuat inferensi kausal, yaitu penelitian dimulai dengan menentukan faktor “penyebab” yang diikuti dengan akibat.
2.        Peneliti dapat menghitung laju insidensi, sesuatu hal yang hampir tidak mungkin dilakukan pada studi kasus kontri, sehingga raju insidensi (idr).
3.        Sesuai untuk meneliti paparan yang langka.
4.        Memungkinkan peneliti mempelajari sejumlah efek secara serentak dan sebuah paparan.
5.        Bias yang terjadi kecil
6.        Tidak ada subyek yang sengaja dirugikan.
7.        Dapat mempelajari beberapa akibat dari suatu paparan
8.        Disain terbaik untuk menentukan insidens dan perjalanan penyakit.
9.        Menerangkan hubungan faktor risiko & outcome secara temporal dengan baik.
10.    Pilihan terbaik untuk kasus yang bersifat fatal dan progresif
11.    Dapat meneliti beberapa efek sekaligus dari faktor resiko tertentu.
12.    Pengamatan kontinu & longitudinal, kekuatan penelitian andal.

KELEMAHAN PENELITIAN KOHORT
1.        Membutuhkan waktu yang lebih lama dan biaya yang mahal.
2.        Pada kohort retrospektif, butuh data sekunder yang lengkap dan handal.
3.       Tidak efisien dan tidak praktis untuk mempelajari penyakit yang langka. : hilangnya subyek amatan selama masa penelitian.
4.        Tidak cocok menentukan merumuskan hipotesis tentang faktor etiologi lainnya untuk penyakit amatan.
5.        Risiko untuk hilangnya subyek selama penelitian, karena migrasi, partisipasi rendah atau meninggal.

KARAKTERISTIK  PENELITIAN KOHORT
1.        Bersifat  observasional
2.        Pengamatan dilakukan dari sebab ke akibat
3.        Disebut sebagai studi insidens
4.        Terdapat kelompok kontrol
5.        Terdapat hipotesis spesifik
6.        Dapat bersifat prospektif ataupun retrospektif
7.        Untuk kohort retrospektif, sumber datanya menggunakan data sekunder

BAGAN KERJA PENELITIAN KOHORT

HAL-HAL YANG  HARUS DIPERHATIKAN PADA KOHORT 
1.        Sampel dimulai  dengan adanya pajanan atau tidak
2.        Peneliti harus mengetahui status keterpajanan subyek
3.        Untuk memperoleh “n” subyek terpajan perlu memeriksa “n” subyek, yang banyaknya tergantung proporsi pajanan di populasi
4.        Kohort dapat dilakukan secara retrsopektif dg menggunakan rekam medis atau catatan yang ada.

CONTOH PENELITIAN MENGGUNAKAN KOHORT
Contoh: Merokok –> Ca Paru.
1)        Melihat perbandingan risiko Ca Paru yang Merokok dan Ca Paru yang tidak merokok.
2)        Incidence pada merokok (IM)= 10/100 (Kemungkinan/ probability untuk sakit atau besaran risiko)
3)        Incidence pada tidak merokok (ITM)= 5/100 (Kemungkinan/ probability untuk sakit atau besaran risiko)
4)        Risk Ratio/ Relative Risk (RR)= IM / ITM = = 2 — Sifatnya relatif bukan absolut.

B.   CASE-CONTROL (KASUS KONTROL)
Penelitian Case Control (kasus kontrol) adalah suatu penelitian analitik yang menyangkut bagaimana faktor risiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan retrospektif, dimulai dengan mengidentifikasi pasien dengan efek atau penyakit tertentu (kelompok kasus) dan kelompok tanpa efek (kelompok kontrol), kemudian diteliti faktor risiko yang dapat menerangkan mengapa kelompok kasus terkena efek, sedangkan kelompok kontrol tidak.
Penelitian Case Control (kasus kontrol), atau yang sering juga disebut sebagai case-comparison study, case-compeer study, case-referent study, atau retrospective study, merupakan penelitian epidemiologis analitik observasional yang menelaah hubungan antara efek (penyakit atau kondisi kesehatan) tertentu dengan faktor-faktor risiko tertentu.
Jenis penelitian ini dapat saja berupa penelitian restrospektif bila peneliti melihat ke belakang dengan menggunakan data yang berasal dari masa lalu atau bersifat prospektif bila pengumpulan data berlangsung secara berkesinambungan sering dengan berjalannya waktu. Idealnya penelitian kasus kontrol itu menggunakan kasus (insiden) baru untuk mencegah adanya kesulitan dalam menguraikan faktor yang berhubungan dengan penyebab dan kelangsungan hidup. Desain penelitian ini bertujuan mengetahui apakah suatu faktor risiko tertentu benar berpengaruh terhadap terjadinya efek yang diteliti dengan membandingkan kekerapan pajanan faktor risiko tersebut pada kelompok kasus dengan kelompok kontrol.

LANGKAH-LANGKAH PADA PENELITIAN KASUS-KONTROL
Tahapan kegiatan dalam penelitian kasus-kontrol adalah sebagai berikut :
a.         Menetapkan pertanyaan penelitian dan hipotesis yang sesuai
dari pertanyaan penelitian dapat disusun hipotesis penelitian yang akan diuji validitasnya secara empiris.
b.        Mendeskripsikan dan mengidentifikasi variabel penelitian
c.         Intensitas pajanan faktor risiko dapat dinilai dengan cara mengukur dosis, frekuensi, atau lamanya pajanan. Ukuran pajanan terhadap faktor risiko yang berhubungan dengan frekuensi dapat besifat :
·      Dikotom, yaitu bila hanya terdapat dua kategori, misalnya pernah minum jamu peluntur atau tidak
·      Polikotom, pajanan diukur pada lebih dari dua tingkat, misalnya tidak pernah, kadang-kadang, atau sering terpajan
·      Kontinu, pajanan diukur dalam skala kontinu atau numerik, misalnya umur dalam tahun, paritas, berat lahir. Ukuran pajanan yang berhubungan dengan waktu dapat berupa :
-          Lamanya pajanan (misalnya jumlah bulan pemakaian AKDR) dan apakah pajanan itu berlangsung terus-menerus).
-          Saat mendapat pajanan pertama
-          Bilakah terjadi pajanan terakhir
d.      Menentukan Populasi Terjangkau dan Sampel (Kasus, Kontrol) serta Cara Pemilihan Subyek Penelitian
Kelompok kasus adalah kelompok individu yang menderita penyakit yang akan diteliti dan ikut dalam proses penelitian sebagai subyek studi. Sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok individu yang sehat atau tidak menderita penyakit yang akan diteliti, tetapi mempunyai peluang yang sama dengan kelompok kasus karena terpajan oleh faktor risiko yang diduga sebagai penyebab timbulnya penyakit.
e.       Cara terbaik untuk memilih kasus adalah dengan mengambil secara acak subyek dari populasi yang menderita efek. Namun dalam praktek, hal ini hampir tidak mungkin dilaksanakan karena penelitian kasus-kontrol lebih sering dilakukan pada kasus yang jarang yang diagnosisnya biasanya ditegakkan di rumah sakit.
f.       Beberapa hal berikut ini perlu dipertimbangkan dengan cermat dalam pemilihan kasus untuk studi kasus-kontrol:
·           Kasus insidens (baru) atau kasus prevalens (baru + lama)
·           Tempat pengumpulan kasus
·           Saat diagnosis
Sementara itu, pemilihan kontrol semata-mata ditentukan oleh peneliti sehingga sangat terancam bias. Kelompok kontrol harus berasal dari populasi yang sama dengan kasus dan didasarkan pada kesamaan dengan karakteristik subyek pada kasus, sehingga mempunyai kesempatan yang sama untuk terpajan oleh faktor risiko yang diteliti. 1,3,5

ADA BEBERAPA CARA UNTUK MEMILIH KONTROL YANG BAIK :
a.         Memilih kasus dan kontrol dari populasi yang sama
b.        Memilih kontrol dengan karakteristik yang sama dengan kasus dalam semua variabel yang mungkin berperan sebagai faktor risiko kecuali variabel yang diteliti (matching).
c.         Memilih lebih dari satu kelompok kontrol.

BIAS DALAM STUDI CASE CONTROL (KASUS KONTROL)
Bias merupakan kesalahan sistematis yang menyebabkan hasil penelitian tidak sesuai dengan kenyataan. Pada penelitian kasus-kontrol terdapat tiga kelompok bias yang dapat mempengaruhi hasil, yaitu :
1.        Bias seleksi
2.        Bias informasi
3.        Bias perancu (confounding bias)
Sackett* mencatat beberapa hal yang dapat menyebabkan bias, di antaranya adalah :
a.     Informasi tentang faktor risiko atau faktor perancu (confounding factors) mungkin terlupa oleh subyek penelitian atau tidak tercatat dalam catatan medik kasus (recall bias)
b.   Subyek yang terkena efek (kasus), karena ingin mengetahui penyebab penyakitnya lebih sering melaporkan faktor risiko dibandingkan dengan subyek yang tidak terkena efek (kontrol)
c.         Peneliti kadang sukar menentukan dengan tepat apakah pajanan suatu agen menyebabkan penyakit ataukah terdapatnya penyakit menyebabkan subyek lebih terpajan oleh agen
d.        Identifikasi subyek sebagai kasus maupun kontrol yang representatif seringkali sangat sukar

KELEBIHAN RANCANGAN PENELITIAN CASE CONTROL
1.        Adanya kesamaan ukuran waktu antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol.
2.        Adanya pembatasan atau pengendalian faktor resiko sehingga hasil penelitian lebih tajam dibanding hasil rancangan Cross Sectional.
3.        Tidak menghadapi kendala etik seperti pada penelitian eksperimen (kohort)
4.        Tidak memerlukan waktu lama ( lebih ekonomis ) sehingga hasil dapat diperoleh dengan cepat.
5.        Studi kasus kontrol kadang atau bahkan menjadi satu-satunya cara untuk meneliti kasus yang jarang atau yang masa latennya panjang, atau bila penelitian prospektif tidak dapat dilakukan karena keterbatasan sumber atau hasil diperlukan secepatnya.
6.        Biaya yang diperlukan relatif lebih sedikit sehingga lebih efisien.
7.        Memungkinkan untuk mengidentifikasi berbagai faktor risiko sekaligus dalam satu penelitian (bila faktor risiko tidak diketahui).
8.        Subyek penelitian lebih sedikit.

KEKURANGAN RANCANGAN PENELITIAN CASE CONTROL
1.        Pengukuran variabel yang retrospective, objektivitas, dan reabilitasnya kurang karena subjek penelitian harus mengingatkan kembali faktor-faktor resikonya.
2.        Tidak dapat diketahui efek variabel luar karena secara teknis tidak dapat dikendalikan.
3.        Kadang-kadang sulit memilih kontrol yang benar-benar sesui dengan kelompok kasus karena banyaknya faktor resiko yang harus dikendalikan.
4.     Data mengenai pajanan faktor risiko diperoleh dengan mengandalkan daya ingat atau catatan medik. Daya ingat responden menyebabkan terjadinya recall bias, baik karena lupa atau responden yang mengalami efek cenderung lebih mengingat pajanan faktor risiko daripada responden yang tidak mengalami efek. Data sekunder, dalam hal ini catatan medik rutin yang sering dipakai sebagai sumber data juga tidak begitu akurat (objektivitas dan reliabilitas pengukuran variabel yang kurang).
5.        Validasi informasi terkadang sukar diperoleh.
6.        Sukarnya meyakinkan bahwa kelompok kasus dan kontrol sebanding karena banyaknya faktor eksternal / faktor penyerta dan sumber bias lainnya yang sukar dikendalikan.
7.      Tidak dapat memberikan incidence rates karena proporsi kasus dalam penelitian tidak mewakili proporsi orang dengan penyakit tersebut dalam populasi.
8.    Tidak dapat dipakai untuk menentukan lebih dari satu variabel dependen, hanya berkaitan dengan satu penyakit atau efek.
9.        Tidak dapat dilakukan untuk penelitian evaluasi hasil pengobatan.

BAGAN KERJA PENELITIAN CASE CONTROL (KASUS KONTROL)


 
HAL-HAL YANG  HARUS DIPERHATIKAN PADA  CASE CONTROL (KASUS-KONTROL) 
1.        Pengambilan sampel  dimulai dengan identifikasi
2.    Untuk memperoleh “n” kasus, perlu memeriksa “n” orang, yang jumlahnya tergantung prevalensi kasus dipopulasi
3.        Definisi kasus sangat penting
4.        Secara ideal kontrol harus berasal dari populasi yang sama
5.        Tidak dapat digunakan untuk menghitung prevalensi

C.   CROSS SECTIONAL (Lintas Bagian)
Penelitian Cross Sectional (lintas bagian) adalah penelitian yang mengukur prevalensi penyakit. Oleh karena itu seringkali disebut sebagai penelitian prevalensi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan penyakit dengan paparan dengan cara mengamati status paparan dan penyakit secara serentak pada individu dan populasi tunggal pada satu saat atau periode tertentu.
Penelitian lintas bagian relatif lebih mudah dan murah untuk dikerjakan oleh peneliti dan amat berguna bagi penemuan pemapar yang terikat erat pada karakteristik masing-masing individu. Data yang berasal dari penelitian ini bermanfaat untuk: menaksir besarnya kebutuhan di bidang pelayanan kesehatan dan populasi tersebut. instrumen yang sering digunakan untuk memperoleh data dilakukan melalui: survei, wawancara, dan isian kuesioner.


MEMILIH POPULASI DAN SAMPEL
a.       Populasi target adalah populasi yang dibatasi kriteria klinis dan demografis.
b.      Populasi terjangkau adalah populasi target yang dibatasi oleh tempat dan waktu.
Sampel berasal dari dari populasi yang memenuhi kriteria seleksi sebagai berikut :
Kriteria Inklusi (untuk mendapatkan populasi target yang terjangkau)
·      Karakteristik klinik (diagnostik, prognostik)
·      Karakteristik demografis (usia, jenis kelamin)
·      Karakteristik geogafis (lokasi)
·      Karakteristik waktu (lama penelitian)
Kriteria Eksklusi
·      Kontradiksi untuk pengukuran
·      Masalah etik (bayi, anak)
·      Perlakuan khusus (lansia,dll)
·      Tidak bersedia berpartisipasi
Kriteria Drop-Out
Tidak dapat melanjutkan penelitian karena :
·      Meninggal dunia, pulang paksa, tidak dapat dihubungi atau menolak melanjutkan penelitian.
·      Mengalami perburukan fungsi organ tubuh atau ada komplikasi lain.
·      Tidak kkoperatif selama penelitian.

KELEBIHAN PENELITIAN CROSS SECTIONAL (LINTAS BAGIAN)
1.        Mudah untuk dilakukan dan murah
2.        Hasil segera diperoleh
3.     Tidak memaksa subyek untuk mengalami faktor yang diperkirakan bersifat merugikan kesehatan (faktor resiko)
4.        Tidak ada subyek yang kehilangan kesempatan untuk memperoleh terapi yang diperkirakan bermanfaat.
5.   Dapat menjelaskan hubungan antara fenomena kesehatan yang diteliti  dengan faktor-faktor terkait (terutama karakteristik yang menetap)
6.        Sampel dipilih secara random dari populasi
7.        Tidak ada “ drop out”
8.        Sekaligus dapat meneliti banyak variabel
9.        Dasar bagi penelitian selanjutnya

KELEMAHAN PENELITIAN CROSS SECTIONAL (LINTAS BAGIAN)
1.        Memiliki validitas inferensi yang lemah
2.        Hanya kasus prevalens dan/atau yang tidak terkena dampak tertentu yang diteliti.
3.        Tidak bisa menyimpulkan hubungan sebab akibat karena urutan waktunya tidak dapat ditentukan.
4.        Tidak cocok untuk kasus yang jarang terjadi
5.        Kurang mewakili sejumlah populasi yang akurat, oleh karena itu penelitian ini tidak tepat bila digunakan untuk menganalisis hubungan kausal paparan dan penyakit.
6.        Membutuhkan skema sampling yang terencana baik sehingga dapat memberikan kesempatan yang sama kepada setiap orang yang terpilih.
7.        Masalah non-respon
8.        Sulit membedakan variabel penyebab dengan variabel akibat, karena tidak diketahui mana yang terjadi lebih dahulu. Mengingkari syarat sebab-akibat, yakni time sequence
9.        Lebih banyak menjaring subyek yang mempunyai masa sakit panjang.
10.    Perlu subyek penelitian banyak
11.     Tidak bisa menggambarkan perjalanan penyakit

BAGAN KERJA PENELITIAN CROSS SECTIONAL

 
HAL-HAL YANG  HARUS DIPERHATIKAN PADA CROSS SECTIONAL
1.        Keluaran dan pajanan diukur pada waktu yang sama, sehingga kurang dapat melihat  sebab-akibat
2.        Banyak digunakan pada survei
3.        Modifikasi sampel: stratifikasi, klaster, gabungan
4.        Dapat digunakan untuk menghitung prevalensi